Makna Tunjuk Ajar
Oleh: Jumardi | Minggu, 18 Mei 2014 07:36 WIB
Tunjuk ajar adalah segala jenis petuah, petunjuk, nasihat, amanah, pengajaran, dan contoh teladan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam arti luas. Menurut orang tua-tua Melayu, “Tunjuk ajar melayu adalah segala petuah, amanah, suri teladan, dan nasihat yang membawa manusia ke jalan yang lurus dan diridhoi Allah, yang berkahnya menyelamatkan manusia dalam kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat”. (Tenas Effendy: 7)
Bagi orang Melayu, tunjuk ajar harus mengandung nila-nilai luhur agama Islam dan juga sesuai dengan budaya dan norma-norma sosial yang dianut masyarakatnya. Orang tua-tua mengatakan “di dalam tunjuk ajar, agama memancar”, atau “di dalam tunjuk ajar Melayu, tersembunyi berbagai ilmu”.
Kandungan isi tunjuk ajar tidak dapat diukur atau ditakar, apalagi tunjuk ajar sendiri terus berkembang sejalan dengan kemajuan masyarakatnya. Hakikat isi tunjuk ajar tidaklah kaku dan tidak mati, tetapi terus hidup, terbuka, dan terus mengalir bagaikan gelombang air laut. Perubahan yang terus berlangsung dalam kehidupan masyarakat tidak menyebabkan kandungan isi tunjuk ajar “ketinggalan zaman”, karena nilai luhur yang terkandung di dalamnya bersifat abadi dan dapat dimanfaatkan di segala zaman. Jadi, kalau pun sekarang, misalnya, tunjuk ajar kurang diminati orang atau kurang berlanjut pewarisnya, bukan karena nila-nilai luhurnya tidak serasi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu, dan perkembangan teknologi, tetapi karena orang kurang memahami hikmah dan makna yang terkandung di dalam tunjuk ajar. Pemahaman yang salah juga muncul karena mereka menganggap tunjuk ajar sebagai acuan yang kaku dan ketentuan tradisioanal yang “usang” yang bukan saja tidak serasi dengan perkembangan zaman, tetapi menjadi penghambat dalam perkembangan.
Butir-Butir Tunjuk Ajar
Butir-butir tunjuk ajar dalam buku Tunjuk Ajar Melayu karya Tenas Effendy adalah butir-butir yang menunjukan bahwa lekatnya Melayu kepada agama Islam. Butir-butir tersebut adalah manifestasi dari dua pedoman ajaran agama Islam, yaitu Alquran dan Hadis.
Yang menjadi inti dari tunjuk ajar bukanlah dilihat dari syairnya, melainkan hal yang tersiratlah yang menjadi intinya, bagaimana dengan membacanya kita dapat memahami hikmahnya untuk dijadikan acuan dalam menjalani hidup, tentunya juga tidak meninggalkan acuan pokok, yaitu al-Quran dan Hadits.
Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi orang Melayu, agama Islam adalah anutannya. Seluruh nilai budaya dan norma-norma sosial masyarakat wajib merujuk pada ajaran Islam dan dilarang keras bertelikai, apalagi menyalahinya. Karena, semua nilai budaya yang belum serasi dan belum sesuai dengan ajaran Islam harus “diluruskan” terlebih dahulu. Nilai yang tidak dapat diluruskan segera dibuang. Acuan ini menyebabkan Islam tidak dapat dipisahkan dari budaya, adat istiadat, maupun norma-norma sosial lainnya dalam kehidupan orang Melayu. Hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab, mengapa orang di luar Islam yang menganut agama Islam disebut “masuk Melayu” dan sebaliknya. Bila orang Melayu keluar dari agama Islam, tinggallah hak dan kewajibannya sebagai orang Melayu. Orang yang keluar dari Islam tidak lagi dianggap sebagai orang Melayu. Di dalam ungkapan adat dikatakan, “siapa meninggalkan syarak, maka ia meninggalkan Melayu, siapa memakai syarak, maka ia masuk Melayu” atau “bila tanggal syarak, maka gugurlah Melayunya”.
Ketaatan kepada Ibu dan Bapak
Ketaatan kepada Ibu dan Bapak yang disebut “mentaati orang tua” amat diutamakan dalam kehidupan orang Melayu. Orang tua-tua mengatakan, “siapa taat ke orang tuanya, di dunia selamat di akhirat pun mulia”. Sebaliknya, barang siapa durhaka kepada ibu dan bapak, bukan saja disumpahi oleh masyarakat, tetapi akan disiksa diakhirat kelak. Sebagaimana juga yang dikatakan Rasulullah bahwa keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua dan sebaliknya.
Sastra lisan Melayu amat banyak mengisahkan keburukan anak durhaka yang hidupnya berakhir dengan malapetaka dan kemalangan. Sebaliknya, banyak pula dikisahkan kemuliaan anak yang berbakti kepada orang tuanya.
Ketaatan kepada Pemimpin
Ungkapan adat Melayu mengatakan:
bertuah rumah ada tuanya,
bertuah negeri ada pucuknya
elok kampung ada tuanya,
elok negeri ada rajanya
Ungkapan ini menunjukkan, bahwa dalam kehidupan manusia, baik di lingkungan kecil (rumah tangga) sampai kepada masyarakat luas, haruslah ada tuanya, yakni ada pemimpinnya. Tanpa pemimpin, kerukunan dan kedamaian di dalam rumah tangga atau masyarakat tidak akan terjamin. Tidak ada agama tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa pemimpin, tidak ada pemimpin kecuali untuk ditaati. Karena untuk apa adanya pemimpin, kalau tidak ada ketaatan kepadanya. Dengan ketaatanlah segala program akan mudah dilaksanakan. Walaupun begitu, tidak mesti kita harus taklid, tanpa ada kritikan dan masukan. Kalau melihat pemimpin melenceng dari syarak yang dipercaya orang Melayu, maka lebih baiknya diberikan nasihat untuk mengingatkan dari kekhilapannya.
Dalam masyarakat Melayu pemimpin dikemukakan, “ditinggikan seranting, didahulukan selangkah”,Lazimnya diambil atau dipilih dari warga masyarakat yang memenuhi kriteria tertentu. Orang inilah yang dijadikan ikutan, contoh, dan teladan yang lidahnya asin, pintanya Kabul, yang dianggap mampu mendatangkan kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Karena pemimpin adalah orang pilihan, berwibawa, memiliki berbagai kelebihan, sebagai contoh dan teladan, dan sebagainya, maka adat Melayu mewajibkan anggota masyarakatnya untuk mendukung dan membantunya sekuat daya masing-masing. Pendurhakaan kepada pemimpin sejati menjadi pantangan besar dan anggap mencorengkan orang di kening keluarga dan masyarakat. Di dalam ungkapan adat dikatakan, “siapa durhaka kepada pemimpinnya, aibnya tidak terbada-bada” atau “siapa mendurhakai yang dirajakannya, di sanalah tempat ia binasa”.
Acuan pantang mendurhakai ini ditujukan kepada pendurhakaan pemimpin yang terpuji, adil, dan benar, bukan terhadapa pemimpin yang zalim, menyalah, dan sebagainya. Hal ini tercermin dalam ungkapan, “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”. Jadi, pemimpin yang adil dan benar-benar sempurna wajib ditaati, sedangkan pemimpin yang zalim haruslah disanggah, dilawan, disingkirkan, atau setidak-tidaknya diberi peringatan dan teguran.
Persatuan dan Kesatuan, Gotong Royong, dan Tenggang Rasa
Sifat-sifat ini merupakan inti kepribadian yang diajarkan oleh orang tua-tua Melayu. Orang Melayu berprinsip bahwa pada hakikatnya manusia adalah bersaudara, bersahabat, dan berkasih sayang, maka tunjuk ajar yang berkaitan dengan persatuan dan kesatuan, gotong royong, dan bertenggang rasa senantiasa hidup dan diwariskan secara turun temurun. Mereka juga menegaskan, bahwa prinsip-prinsip tersebut akan mampu mewujudkan kedamaian di muka bumi ini.
Keadilan dan Kebenaran
Bagi orang Melayu keadilan dan kebenaran adalah kunci utama dalam menegakkan tuah dan menjaga marwah, mengangkat harkat dan martabat, serta ,mendirikan daulat dan kewibawaan. Hukum yang adil wajib ditegakkan demi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Kebenaran wajib didirikan demi terlaksananya syarak dan sunnah, petuah dan amanh, ketentuan adat lembaga, dan sebagainya. Orang Melayu berani mati untuk membela kebenaran. Orang tua-tua menegaskan, “takut karena salah, berani karena benar”.
Keutamaan Menuntut Ilmu
Tunjuk ajar mengamanahkan agar ilmu yang dituntut hendaklah ilmu yang berfaedah dan sesuai menurut ajaran Islam, nilai adat, dan nilai luhur yang sudah ada dalam masyarakat. Orang tua-tua juga menegaskan bahwa ilmu pengetahuan harus bermanfaat bukan saja untuk kepentingan pribadi, tetapi harus juga bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara. Keutamaan ilmu tercermin dalam ungkapan, “sebaik-baik manusia banyak ilmunya, seburuk manusia yang buta kata” atau “mulia insan karena pengetahuan, hina orang ilmunya kurang”.
Ikhlas dan Rela Berkorban
Sifat ikhlas dan rela berkorban menjadi sifat orang Melayu. Orang tua-tua mengatakan, bahwa dengan bersifat ikhlas, setiap pekerjaan akan menjadi amal saleh yang diridhoi Allah swt. Dengan sifat ikhlas dan rela berkorban, serta rasa kesetiakawanan sosial akan semakin tinggi, mengakar, dan kemudian membuahkan persaudaraan sejati.
Sifat Amanah
Sifat amanah, taat, setia, teguh pendirian, dan terpercaya amat dihormati orang Melayu. Orang tua-tua Melayu mengatakan, bahwa sifat amanah mencerminkan iman dan takwa, menunjukan sikap terpercaya, dan menunjukan tahu tanggung jawab, jujur, dan setia. Dalam ungkapan dikatakan, “ orang amanah membawa tuah,, “ orang amanah hidup bermarwa”, dan “ orang bermarwah dikasihi Allah”.Ungkapan lain menyebutkan, “ siapa hidup memegang amanah, dunia akhirat beroleh berkah”, dan “siapa hidup memegang amanah, kemana pergi tidakkan susah”.
Diajarkan di Sekolah
Melihat dari butir-butir tunjuk ajar di atas, jika dihubungkan dengan visi riau yang menjadikan Riau sebagai pusat dan peradaban melayu, maka hendaklah tunjuk ajar melayu diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Hal ini agar butir-butir tunjuk ajar melayu yang menjadi dasar petuah dan karakter orang melayu tertanam dalam jiwa dan prilaku anak-anak melayu. Setiap level pendidikan maupun pemerintah seharusnya memahami dan menjadikan pembelajaran yang baik dari tunjuk ajar Melayu ini.
Orang Melayu (pemerintah, guru, DPRD, pelajar, tokoh, dan rakyat melayu) yang baik, yang hidup di negeri Melayu seharusnya menghidupkan tradisi dan acuan kemelayuannya. Hidup yang dipenuhi dengan pengamalan ajaran Islam yang juga dilantunkan dalam tunjuk ajar melayu.
Negeri yang madani adalah negeri yang pemerintah, guru, DPRD, pelajar, tokoh, dan rakyat melayu mengamalkan Islam dengan baik, bertakwa kepada Allah swt., berbakti kepada ibu dan bapak, ketaatan kepada pemimpin yang pemimpinnya adalah orang yang baik, memiliki rasa persatuan dan kesatuan, gotong royong, dan tenggang rasa yang tinggi, kepemimpinan yang menegakkan keadilan dan mendirikan kebenaran, memahami pentingnya menuntut ilmu dengan niat ikhlas sehingga memperoleh keutamaan ilmunya, ikhlas dalam segala aktifitasnya yang tercermin rasa rela berkorban demi kemajuan dan kejayaan Islam, serta dengan sifat amanah yang dapat menjalankan kepemimpinan yang dipercaya oleh bawahan dan rakyatnyanya, sehingga ia dijadikan orang yang terpercaya.
Penutup
Orang tua-tua Melayu telah banyak mengajarkan kepada generasi-generasinya bagaimana memahami Islam secara kaffah, menyeluruh, tidak taklid, saling menghormati, dan saling menyayangi. Pengajarannya bisa dilihat dari tunjuk ajar Melayu yang banyak hikmah dan teladannya.
Tunjuk ajar Melayu bukan saja untuk orang Melayu, melainkan ia juga bisa dijadikan acuan sikap bagi siapapun yang menginginkan mengambil hikmahnya, bukan saja untuk menjadi bacaan, sastra indah, atau menunjukkan tradisi, adat, dan kebiasaan orang Melayu di negeri Melayu, melainkan ia bisa digunakan dalam sendi kehidupan dengan segala dinamikanya. Tunjuk ajar bisa dijadikan sebagai landasan hikmah menata diri, keluarga, masyarakat, dan negara, terlebih bisa menata dunia. Jika tunjuk ajar ini di hayati dan diamalkan dalam setiap individu negeri, niscayalah cita-cita negeri madani yang diinginkan akan mudah terwujud dengan kenyataan yang sebenarnya.
Selain tunjuk ajar, masih banyak lagi hal yang mesti dihayati dan dipahami maknanya dan hikmahnya, yaitu seperti gurindam duabelas, ikan terubuk, dan yang lainnya yang banyak mengajarkan tentang pengamalan ajaran Islam.
Di dalam gurindam duabelas misalnya, Raja Ali Haji mengajarkan bagaimana cara berIslam dan menjadi orang Islam yang baik. Seperti ungkapan syairnya dalam pasal pertama, “barang siapa tiada memegang agama, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama”. Begitulah salah satu syairnya yang mengajarkan agar teguh memegang agama, Islam.
Atau di dalam Ikan terubuk karya Ulul Azmi, walaupun menceritakan tentang kisah ikan terubuk, tapi Ulul ternyata menunjukannya pada pemahaman agama yang sempurna dengan segala sendinya, kehidupan ini. Dengan ikan terubuknya Ulul ingin membuktikan bahwa orang Melayu juga memahami ilmu biologi, ilmu sejarah, Ilmu mantera-mantera, Ilmu politik, dan tentunya sangat kental dengan pemahaman agama Islam. Ia mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang syumul, sempurna, komprehensif.
Begitulah hendaknya orang Melayu, yang hidup di negeri Melayu sekarang ini bersikap, bersifat, dan beramal. Baik untuk manusia secara umum, terlebih lagi orang Melayu yang lebih paham tentang dunianya sendiri. Mudah-mudahan negeri Melayu benar-benar menjadi negeri Melayu, yang setiap aktifitas orangnya tercerminkan dari ajarannya, ajaran Islam.
Jumardi
Adalah Guru Pondok Pesantren YASIN Tembilahan
Bagi orang Melayu, tunjuk ajar harus mengandung nila-nilai luhur agama Islam dan juga sesuai dengan budaya dan norma-norma sosial yang dianut masyarakatnya. Orang tua-tua mengatakan “di dalam tunjuk ajar, agama memancar”, atau “di dalam tunjuk ajar Melayu, tersembunyi berbagai ilmu”.
Kandungan isi tunjuk ajar tidak dapat diukur atau ditakar, apalagi tunjuk ajar sendiri terus berkembang sejalan dengan kemajuan masyarakatnya. Hakikat isi tunjuk ajar tidaklah kaku dan tidak mati, tetapi terus hidup, terbuka, dan terus mengalir bagaikan gelombang air laut. Perubahan yang terus berlangsung dalam kehidupan masyarakat tidak menyebabkan kandungan isi tunjuk ajar “ketinggalan zaman”, karena nilai luhur yang terkandung di dalamnya bersifat abadi dan dapat dimanfaatkan di segala zaman. Jadi, kalau pun sekarang, misalnya, tunjuk ajar kurang diminati orang atau kurang berlanjut pewarisnya, bukan karena nila-nilai luhurnya tidak serasi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu, dan perkembangan teknologi, tetapi karena orang kurang memahami hikmah dan makna yang terkandung di dalam tunjuk ajar. Pemahaman yang salah juga muncul karena mereka menganggap tunjuk ajar sebagai acuan yang kaku dan ketentuan tradisioanal yang “usang” yang bukan saja tidak serasi dengan perkembangan zaman, tetapi menjadi penghambat dalam perkembangan.
Butir-Butir Tunjuk Ajar
Butir-butir tunjuk ajar dalam buku Tunjuk Ajar Melayu karya Tenas Effendy adalah butir-butir yang menunjukan bahwa lekatnya Melayu kepada agama Islam. Butir-butir tersebut adalah manifestasi dari dua pedoman ajaran agama Islam, yaitu Alquran dan Hadis.
Yang menjadi inti dari tunjuk ajar bukanlah dilihat dari syairnya, melainkan hal yang tersiratlah yang menjadi intinya, bagaimana dengan membacanya kita dapat memahami hikmahnya untuk dijadikan acuan dalam menjalani hidup, tentunya juga tidak meninggalkan acuan pokok, yaitu al-Quran dan Hadits.
Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bagi orang Melayu, agama Islam adalah anutannya. Seluruh nilai budaya dan norma-norma sosial masyarakat wajib merujuk pada ajaran Islam dan dilarang keras bertelikai, apalagi menyalahinya. Karena, semua nilai budaya yang belum serasi dan belum sesuai dengan ajaran Islam harus “diluruskan” terlebih dahulu. Nilai yang tidak dapat diluruskan segera dibuang. Acuan ini menyebabkan Islam tidak dapat dipisahkan dari budaya, adat istiadat, maupun norma-norma sosial lainnya dalam kehidupan orang Melayu. Hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab, mengapa orang di luar Islam yang menganut agama Islam disebut “masuk Melayu” dan sebaliknya. Bila orang Melayu keluar dari agama Islam, tinggallah hak dan kewajibannya sebagai orang Melayu. Orang yang keluar dari Islam tidak lagi dianggap sebagai orang Melayu. Di dalam ungkapan adat dikatakan, “siapa meninggalkan syarak, maka ia meninggalkan Melayu, siapa memakai syarak, maka ia masuk Melayu” atau “bila tanggal syarak, maka gugurlah Melayunya”.
Ketaatan kepada Ibu dan Bapak
Ketaatan kepada Ibu dan Bapak yang disebut “mentaati orang tua” amat diutamakan dalam kehidupan orang Melayu. Orang tua-tua mengatakan, “siapa taat ke orang tuanya, di dunia selamat di akhirat pun mulia”. Sebaliknya, barang siapa durhaka kepada ibu dan bapak, bukan saja disumpahi oleh masyarakat, tetapi akan disiksa diakhirat kelak. Sebagaimana juga yang dikatakan Rasulullah bahwa keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua dan sebaliknya.
Sastra lisan Melayu amat banyak mengisahkan keburukan anak durhaka yang hidupnya berakhir dengan malapetaka dan kemalangan. Sebaliknya, banyak pula dikisahkan kemuliaan anak yang berbakti kepada orang tuanya.
Ketaatan kepada Pemimpin
Ungkapan adat Melayu mengatakan:
bertuah rumah ada tuanya,
bertuah negeri ada pucuknya
elok kampung ada tuanya,
elok negeri ada rajanya
Ungkapan ini menunjukkan, bahwa dalam kehidupan manusia, baik di lingkungan kecil (rumah tangga) sampai kepada masyarakat luas, haruslah ada tuanya, yakni ada pemimpinnya. Tanpa pemimpin, kerukunan dan kedamaian di dalam rumah tangga atau masyarakat tidak akan terjamin. Tidak ada agama tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa pemimpin, tidak ada pemimpin kecuali untuk ditaati. Karena untuk apa adanya pemimpin, kalau tidak ada ketaatan kepadanya. Dengan ketaatanlah segala program akan mudah dilaksanakan. Walaupun begitu, tidak mesti kita harus taklid, tanpa ada kritikan dan masukan. Kalau melihat pemimpin melenceng dari syarak yang dipercaya orang Melayu, maka lebih baiknya diberikan nasihat untuk mengingatkan dari kekhilapannya.
Dalam masyarakat Melayu pemimpin dikemukakan, “ditinggikan seranting, didahulukan selangkah”,Lazimnya diambil atau dipilih dari warga masyarakat yang memenuhi kriteria tertentu. Orang inilah yang dijadikan ikutan, contoh, dan teladan yang lidahnya asin, pintanya Kabul, yang dianggap mampu mendatangkan kedamaian, ketertiban, dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Karena pemimpin adalah orang pilihan, berwibawa, memiliki berbagai kelebihan, sebagai contoh dan teladan, dan sebagainya, maka adat Melayu mewajibkan anggota masyarakatnya untuk mendukung dan membantunya sekuat daya masing-masing. Pendurhakaan kepada pemimpin sejati menjadi pantangan besar dan anggap mencorengkan orang di kening keluarga dan masyarakat. Di dalam ungkapan adat dikatakan, “siapa durhaka kepada pemimpinnya, aibnya tidak terbada-bada” atau “siapa mendurhakai yang dirajakannya, di sanalah tempat ia binasa”.
Acuan pantang mendurhakai ini ditujukan kepada pendurhakaan pemimpin yang terpuji, adil, dan benar, bukan terhadapa pemimpin yang zalim, menyalah, dan sebagainya. Hal ini tercermin dalam ungkapan, “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”. Jadi, pemimpin yang adil dan benar-benar sempurna wajib ditaati, sedangkan pemimpin yang zalim haruslah disanggah, dilawan, disingkirkan, atau setidak-tidaknya diberi peringatan dan teguran.
Persatuan dan Kesatuan, Gotong Royong, dan Tenggang Rasa
Sifat-sifat ini merupakan inti kepribadian yang diajarkan oleh orang tua-tua Melayu. Orang Melayu berprinsip bahwa pada hakikatnya manusia adalah bersaudara, bersahabat, dan berkasih sayang, maka tunjuk ajar yang berkaitan dengan persatuan dan kesatuan, gotong royong, dan bertenggang rasa senantiasa hidup dan diwariskan secara turun temurun. Mereka juga menegaskan, bahwa prinsip-prinsip tersebut akan mampu mewujudkan kedamaian di muka bumi ini.
Keadilan dan Kebenaran
Bagi orang Melayu keadilan dan kebenaran adalah kunci utama dalam menegakkan tuah dan menjaga marwah, mengangkat harkat dan martabat, serta ,mendirikan daulat dan kewibawaan. Hukum yang adil wajib ditegakkan demi terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera. Kebenaran wajib didirikan demi terlaksananya syarak dan sunnah, petuah dan amanh, ketentuan adat lembaga, dan sebagainya. Orang Melayu berani mati untuk membela kebenaran. Orang tua-tua menegaskan, “takut karena salah, berani karena benar”.
Keutamaan Menuntut Ilmu
Tunjuk ajar mengamanahkan agar ilmu yang dituntut hendaklah ilmu yang berfaedah dan sesuai menurut ajaran Islam, nilai adat, dan nilai luhur yang sudah ada dalam masyarakat. Orang tua-tua juga menegaskan bahwa ilmu pengetahuan harus bermanfaat bukan saja untuk kepentingan pribadi, tetapi harus juga bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara. Keutamaan ilmu tercermin dalam ungkapan, “sebaik-baik manusia banyak ilmunya, seburuk manusia yang buta kata” atau “mulia insan karena pengetahuan, hina orang ilmunya kurang”.
Ikhlas dan Rela Berkorban
Sifat ikhlas dan rela berkorban menjadi sifat orang Melayu. Orang tua-tua mengatakan, bahwa dengan bersifat ikhlas, setiap pekerjaan akan menjadi amal saleh yang diridhoi Allah swt. Dengan sifat ikhlas dan rela berkorban, serta rasa kesetiakawanan sosial akan semakin tinggi, mengakar, dan kemudian membuahkan persaudaraan sejati.
Sifat Amanah
Sifat amanah, taat, setia, teguh pendirian, dan terpercaya amat dihormati orang Melayu. Orang tua-tua Melayu mengatakan, bahwa sifat amanah mencerminkan iman dan takwa, menunjukan sikap terpercaya, dan menunjukan tahu tanggung jawab, jujur, dan setia. Dalam ungkapan dikatakan, “ orang amanah membawa tuah,, “ orang amanah hidup bermarwa”, dan “ orang bermarwah dikasihi Allah”.Ungkapan lain menyebutkan, “ siapa hidup memegang amanah, dunia akhirat beroleh berkah”, dan “siapa hidup memegang amanah, kemana pergi tidakkan susah”.
Diajarkan di Sekolah
Melihat dari butir-butir tunjuk ajar di atas, jika dihubungkan dengan visi riau yang menjadikan Riau sebagai pusat dan peradaban melayu, maka hendaklah tunjuk ajar melayu diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Hal ini agar butir-butir tunjuk ajar melayu yang menjadi dasar petuah dan karakter orang melayu tertanam dalam jiwa dan prilaku anak-anak melayu. Setiap level pendidikan maupun pemerintah seharusnya memahami dan menjadikan pembelajaran yang baik dari tunjuk ajar Melayu ini.
Orang Melayu (pemerintah, guru, DPRD, pelajar, tokoh, dan rakyat melayu) yang baik, yang hidup di negeri Melayu seharusnya menghidupkan tradisi dan acuan kemelayuannya. Hidup yang dipenuhi dengan pengamalan ajaran Islam yang juga dilantunkan dalam tunjuk ajar melayu.
Negeri yang madani adalah negeri yang pemerintah, guru, DPRD, pelajar, tokoh, dan rakyat melayu mengamalkan Islam dengan baik, bertakwa kepada Allah swt., berbakti kepada ibu dan bapak, ketaatan kepada pemimpin yang pemimpinnya adalah orang yang baik, memiliki rasa persatuan dan kesatuan, gotong royong, dan tenggang rasa yang tinggi, kepemimpinan yang menegakkan keadilan dan mendirikan kebenaran, memahami pentingnya menuntut ilmu dengan niat ikhlas sehingga memperoleh keutamaan ilmunya, ikhlas dalam segala aktifitasnya yang tercermin rasa rela berkorban demi kemajuan dan kejayaan Islam, serta dengan sifat amanah yang dapat menjalankan kepemimpinan yang dipercaya oleh bawahan dan rakyatnyanya, sehingga ia dijadikan orang yang terpercaya.
Penutup
Orang tua-tua Melayu telah banyak mengajarkan kepada generasi-generasinya bagaimana memahami Islam secara kaffah, menyeluruh, tidak taklid, saling menghormati, dan saling menyayangi. Pengajarannya bisa dilihat dari tunjuk ajar Melayu yang banyak hikmah dan teladannya.
Tunjuk ajar Melayu bukan saja untuk orang Melayu, melainkan ia juga bisa dijadikan acuan sikap bagi siapapun yang menginginkan mengambil hikmahnya, bukan saja untuk menjadi bacaan, sastra indah, atau menunjukkan tradisi, adat, dan kebiasaan orang Melayu di negeri Melayu, melainkan ia bisa digunakan dalam sendi kehidupan dengan segala dinamikanya. Tunjuk ajar bisa dijadikan sebagai landasan hikmah menata diri, keluarga, masyarakat, dan negara, terlebih bisa menata dunia. Jika tunjuk ajar ini di hayati dan diamalkan dalam setiap individu negeri, niscayalah cita-cita negeri madani yang diinginkan akan mudah terwujud dengan kenyataan yang sebenarnya.
Selain tunjuk ajar, masih banyak lagi hal yang mesti dihayati dan dipahami maknanya dan hikmahnya, yaitu seperti gurindam duabelas, ikan terubuk, dan yang lainnya yang banyak mengajarkan tentang pengamalan ajaran Islam.
Di dalam gurindam duabelas misalnya, Raja Ali Haji mengajarkan bagaimana cara berIslam dan menjadi orang Islam yang baik. Seperti ungkapan syairnya dalam pasal pertama, “barang siapa tiada memegang agama, sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama”. Begitulah salah satu syairnya yang mengajarkan agar teguh memegang agama, Islam.
Atau di dalam Ikan terubuk karya Ulul Azmi, walaupun menceritakan tentang kisah ikan terubuk, tapi Ulul ternyata menunjukannya pada pemahaman agama yang sempurna dengan segala sendinya, kehidupan ini. Dengan ikan terubuknya Ulul ingin membuktikan bahwa orang Melayu juga memahami ilmu biologi, ilmu sejarah, Ilmu mantera-mantera, Ilmu politik, dan tentunya sangat kental dengan pemahaman agama Islam. Ia mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang syumul, sempurna, komprehensif.
Begitulah hendaknya orang Melayu, yang hidup di negeri Melayu sekarang ini bersikap, bersifat, dan beramal. Baik untuk manusia secara umum, terlebih lagi orang Melayu yang lebih paham tentang dunianya sendiri. Mudah-mudahan negeri Melayu benar-benar menjadi negeri Melayu, yang setiap aktifitas orangnya tercerminkan dari ajarannya, ajaran Islam.
Jumardi
Adalah Guru Pondok Pesantren YASIN Tembilahan